Ramadhan Melahirkan Pribadi Ultraself
Dalam
kajian kebijakasanaan di dalam ilmu psikologi kita mengenal istilah ultraself, yaitu pribadi yang
mengorientasikan hidupnya untuk selain dirinya. Ultraself atau pribadi transenden merupakan ciri telah hadirnya kebijaksanaan
dalam diri seseorang. Ultraself beroperasi
sebagai pusat lebih tinggi, mencakup proses mengintegrasikan kognitif dan
emosional, terutama cinta dan kasih.
Nah,
ramadhan sebagai bulan penempaan diri, bulan dimana umat muslim didik untuk
jujur pada diri sendiri, menyenangi kebersihan, kesederhanaan, lebih
transenden, berorientasi langit, yang semua itu berbentuk latihan yang bermanfaat
untuk diri sendiri dan juga pendidikan yang bersifat filantropis bermanfaat
untuk orang lain misalnya sikap lebih berempati kepada sesama, menahan diri untuk
berbuat yang merugikan untuk orang lain, bahkan ramadhan mengajak umat untuk berlomba-lomba
berbagi.
Dengan
motivasi kebaikan ramadhan yang bersifat ke dalam dan keluar itulah maka keberkahan
akan semakin tumbuh, sebab ramadhan telah menciptakan lingkungan pengendalian
secara lengkap, individu secara personal ditempa dan secara sosial juga semakin
direkatkan kohesitasnya. Maka, benar bahwa ramadhan jika dijalani dengan
kesungguhan personal dan sosial maka akan menciptakan pribadi-pribadi yang ultraself, pribadi yang semakin baik kualitas
dirinya untuk membangun kualitas sosialnya. Pribadi yang transenden dari
dirinya, sebab sudah tidak risau dengan dirinya, sebab kerisauannya adalah bagaimana
mengkualitaskan kehidupan sosialnya.
Pribadi yang sudah ultraself mampu menumpahkan cinta
kasihnya untuk sesamanya. Dirinya sendiri sudah bukan orientasi hidupnya. Politisi
yang ultraself sudah tidak lagi
berorientasi kepada pemenuhan dan pemuasan diri dan kebutuhan kolega dan keluarganya,
tetapi selalu sibuk untuk bagaimana semua perjuangannya untuk pengabdian diri
demi kemaslahatan rakyat yang diwakilinya. Semua pejabat publik dan pejabat
pemerintahan yang sudah ultraself maka
mereka semua bekerja dengan sungguh-sungguh bukan untuk pemenuhan hasrat
duniawi dan nafsu insaninya, sudha tidak berfikir “saya dapat apa?” atau “saya
mendapat berapa JP?”, tetapi mereka lebih berfikir dan bertindak beyond him self. Seluruh kebijakan yang
dilahirkannya semua diorientasikan untuk kesejahteraan rakyatnya sebagaimana
kaidah fiqh Tasharruful imam ‘ala al-ra’iyyah
manuthun bi al mashlahah. Wallahu a’lam (Hotel Grand Duta Palu, 15 Juni 2016)